Selasa, 07 April 2015



PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Sewa (finanial dan operasionl lease) atau ijarah dapat dipakai sebagai pembiayaan, meskipun mula bukan bentuk pembiayaan tetapi merupakan aktifitas usaha seperti jual beli. Individu yang membutuhkan pembiayaan untuk membeli asset dapat mendatangi pemilik dana (dalam hal ini bank) untuk membiayai pembelian asset produktif. Pemilik dana kemudian membeli barang dimaksut dan kemudian menyewakannya kepada yang membutuhkan asset tersebut. Bentuk pembiayaan ini merupakan salah satu tehnik pembiayaan ketika kebutuhan pembiayaan investor untuk membeli asset terpenuhi, dan investor hanya membayar pemakaian tanpa harus mengeluarkan modal yang cukup untuk membeli asset tersebut.
B.     Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan didalam pembuatan makalah ini adalah untuk mengenal konsep ijarah pada perbankan syariah beserta aplikasi, landasan hukum dan syaratnya.
C.     Rumusan Masalah
a.       Apa devinis ijarah?
b.      Bagaimana aplikasi ijarah pada perbankan syariah?
c.       Apa saja landasan hukum akad ijarah?
d.      Apa saja syarat” akad ijarah?
e.       Apa itu Ijarah Muntahia Bit Tamlik(IMBT)?





PEMBAHASAN
A.     AKAD YANG BERPRINSIP PADA SEWA MENYEWA (IJARAH)
1.      Devinisi ijarah
Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 09/DSN-MUI.IV/2000 tentang pembiayaan ijarah, ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri[1].
Devinisi lainnya, ijarah adalah penjualan manfaat atau salah satu bentuk aktifitas antara dua belah pihak yang berakad guna meringankan salah satu pihak atau saling meringankan, serta salah satu bentuk tolong-menolong yang dianjurkan agama. Menurut bahasa, ijarah berasal dari kata al-ajru yang artinya adalah al-iwadh dalam bahasa indonesia diartikan sebagai ganti dan upah. Dalam arti luas ijarah adalah suatu akad yang berisi penukaran manfaat sesuatu dengan jalan memberikan imbalan dalam jumlah tertentu[2].
Jadi dapat disimpulkan Ijarah didefinisikan sebagai hak untuk memanfaatkan barang atau jasa dengan membayar imbalan tertentu.
Pengertian al-ijarah menurut istilah syariat Islam terdapat beberapa pendapat Imam Mazhab Fiqh Islam sebagai berikut:
a.       Para ulama dari golongan Hanafiyah berpendapat, bahwa al-ijarah adalah suatu transaksi yang memberi faedah pemilikan suatu manfaat yang dapat diketahui kadarnya untuk suatu maksud tertentu dari barang yang disewakan dengan adanya imbalan.
b.      Ulama Mazhab Malikiyah mengatakan, selain al-ijarah dalam masalah ini ada yang diistilahkan dengan kata al-kira`, yang mempunyai arti bersamaan, akan tetapi untuk istilah al-ijarah mereka berpendapat adalah suatu `aqad atau perjanjian terhadap manfaat dari al-Adamy (manusia) dan benda-benda bergerak lainnya, selain kapal laut dan binatang, sedangkan untuk al-kira` menurut istilah mereka, digunakan untuk `aqad sewa-menyewa pada benda-benda tetap, namun demikian dalam hal tertentu, penggunaan istilah tersebut kadang-kadang juga digunakan.
c.       Ulama Syafi`iyah berpendapat, al-ijarah adalah suatu aqad atas suatu manfaat yang dibolehkan oleh Syara` dan merupakan tujuan dari transaksi tersebut, dapat diberikan dan dibolehkan menurut Syara` disertai sejumlah imbalan yang diketahui.
d.      Hanabilah berpendapat al-ijarah adalah ‘aqad atas suatu manfaat yang dibolehkan oleh syara’ dan diketahui besarnya manfaat tersebut yang diambilkan sedikit demi sedikit dalam waktu tertentu dengan adanya ‘iwadah.

2.      Aplikasi Ijarah pada Perbankan Syariah
Bank-bank islam yang mengoprasikan produk ijarah, dapat melakukan leasing, baik dalam bentuk operating lease maupun financial lease. Akan tetapi pada umumnya, bank-bank tersebut lebih banyak menggunakan ijarah muntahiya bit tamlik karena lebih sederhana dari sisi pembukaan. Selain itu bank pun tidak direpotkan untuk mengurus pemelihara asset baik pada saat leasing maupun sesudahnya[3].

3.      Landasan Hukum Ijarah
Terdapat dalam Al-qur’an dan juga Hadits
Dalam Firman Allah SWT :
...وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوْا أَوْلاَدَكُمْ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ مَاآتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوْفِ، وَاتَّقُوا اللهَ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ بِمَاتَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ.
“…Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kepada Allah; dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”{QS. Al-Bâqarah [2]: 233}

Firman Allah SWT :

أَهُمْ يَقْسِمُوْنَ رَحْمَتَ رَبِّكَ، نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيْشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا، وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا، وَرَحْمَتُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُوْنَ
“Apakah mereka yang membagi-bagikan rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar seba-gian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” {QS. al-Zukhruf [43]: 32}
Dan terdapat dalam Hadits
Yang berbunyi “Sesungguhnya Rasulullah saw pernah berbekam kepada seseorang dan beliau memberi upah tukang bekam itu (HR. Bukhari-Muslim) dan
“Berikanlah upah kepada orang yang kamu pekerjakan sebelum kering keringat mereka”.(HR. Abu Ya’la, Ibnu Majah, at-Thabrani dan Tirmidzi)[4].

4.      Rukun Akad Ijarah
a)      Mu’jar (orang atau barang yang disewa)
b)      Musta’jir (orang yang menyewa)
c)      Sighat (ijab dan qabul)
d)      Upah dan manfaat

5.      Syarat Ijarah
a)      Kedua orang yang berakad harus baligh dan berakal
b)      Menyatakan kerelaannya untuk melakukan akad ijarah
c)      Manfaat yang menjadi objek ijarah harus diketahui secara sempurna
d)      Objek ijarah boleh diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan tidak tercatat
e)      Objek ijarah sesuatu yang dihalalkan oleh syara’ dan merupakan sesuatu yang bisa disewakan
f)        Yang disewakan bukan suatu kewajiban bagi penyewa
g)      Upah atau sewa dalam akad harus jelas ,tertentu dan sesuatu yang dinilai harta.
Dalam hal sewa menyewa atau kontrak tenaga kerja, maka haruslah diketahui secara jelas dan disepakati bersama sebelumnya:
a)      Jenis pekerjaan, dan jumlah jam kerjanya setiapa harinya.
b)      Beberapa lama masa kerja, haruslah disebut satu atau dua tahun.
c)  Beberapa gaji dan bagaimana sistem pembayarannya harian, bulanan, mingguan, ataukah borongan. Tunjangan” harus disebutkan dengan jelas, misal: transfortasi, makan, kesehatan, dan lainnya.

Begitu pula dengan Jasa atau manfaat yang akan diberikan oleh asset yang disewakan harus tentu dan juga diketahui dengan jelas oleh kedua belah pihak.
1)   Kepemilikan asset tetap pada yang menyewakan yang bertanggung jawab atas pemeliharaannya sehingga asset tersebut terus dapat memberi manfaat.
2)      Akad ijarah dihentikan pada saat asset tidak lagi memberi manfaat.
3)  Aset tidah boleh dijual kepada penyewa dengan harga yang ditetapkan sebelumnya  pada saat kontrak berakhir, apabila asset akan dijual harganya ditentukan pada saat di akhir[5].

6.      Hikmah  Ijarah
Hikmah disyari’ahkannya ijarah dalam bentuk pekerjaan atau upah mengupah adalah karena dibutuhkan dalam kehidupan manusia. Tujuan dibolehkannya ijarah pada dasarnya adalah untuk mendapatkan keuntungan materil. Namun, itu bukanlah tujuan akhir karena usaha yang dilakukan atau upah yang diterima merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Adapun hikmah diadakannya ijarah antara lain:
a)   Membina ketentraman dan kebahagiaan. Dengan adanya ijarah, akan mampu membina kerja sama antara mu’jir dan musta’jir. Sehingga akan menciptakan kedamaian dihati mereka. Dengan diterimanya upah dari orang yang memakai jasa, maka yang memberi jasa dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Apabila kebutuhan hidup terpenuhi, maka musta’jir tidak lagi resah ketika hendak beribadah kepada Allah SWT. Dengan transaksi ijarah, dapat berdampak positif terhadap masyarakat terutama dibidang ekonomi, karena masyarakat dapat mencapai kesejahteraan yang lebih tinggi. Bila masing-masing individu dalam suatu masyarakat itu lebih dapat memenuhi kebutuhannya, maka masyarakat itu akan tentram dan aman.
b)  Memenuhi nafkah keluarga. Salah satu kewajiban seorang muslim adalah memberikan nafkah kepada keluarganya, yang meliputu istri, anak-anak dan tanggung jawab lainnya. Dengan adanya upah yang diterima musta’jir, maka kewajiban tersebut dapat dipenuhi.
c)      Memenuhi hajat hidup masyarakat. Dengan adanya transaksi ijarah khususnya tentang pemakaian jasa, maka akan mampu memenuhi hajat hidup masyarakat, baik yang ikut bekerja, maupun yang menikmati hasil proyek tersebut. Maka ijarah merupakan akad yang mempunyai unsur tolong menolong antar sesama.
d)  Menolak kemungkaran. Diantara tujuan ideal berusaha adalah dapat menolak kemungkaran besar akan dilakukan oleh yang menganggur. Pada intinya, hikmah ijarah yaitu untuk memudahkan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

7.      Objek Ijarah 
Ketentuan Objek Ijarah ini antara lain
a.       Objek Ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang atau jasa
b.      Manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak
c.       Pemenuhan manfaat harus yang bersifat yang diperbolehkan
d.      Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syariah
e.       Manfaat harus dikenali secara spesifik dan sedemikian rupa untuk menghilangkan ketidaktahuan (jahalah) yang akan mengakibatkan sengketa.
f.        Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya, bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.
g.       Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS sebagai pembayaran manfaat
h.       Pembayaran sewa boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dengan jenis yang sama dengan objek kontak
i.         Kelenturan dalam menentukan sewa dapat diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak[6].
Sewa atau ijarah dapat dipakai sebagai bentuk pembiayaan, pada mulanya bukan merupakan bentuk pembiayaan. Tetapi merupakan aktifitas jual-beli. Individu yang membutuhkan pembiayaan untuk membeli asset, dapat mendatangi hak milik dana dalam hal ini (bank) untuk membiayai asset produktif. Pemilik dana kemudian membeli barang dimaksud dan kemudian menyewakannya kepada yang membutuhkan asset tersebut.
Bentuk pembiayaan ini merupakan salah satu tehnik pembiayaan ketika kebutuhan pembiayaan investor untuk membeli asset terpenuhi, dan investor hanya membayar sewa pemakaian tanpa harus mengeluarkan modal yang cukup besar  untuk membeli asset tersebut.

8.      Macam-Macam Ijarah dan Hukumnya
Ijarah ada dua macam:
  1. Ijarah atas manfaat, disebut juga sewa menyewa. Dalam ijarah bagian pertama ini, objek akadnya adalah manfaat dari suatu benda.
  2. Ijarah atas pekerjaan, disebut juga upah-mengupah. Dalam ijarah bagian kedua ini, objek akadnya adalah amal atau pekerjaan seseorang[7].


Hukum Ijarah atas Manfaat (Sewa-menyewa)
Akad sewa-menyewa dibolehkan atas manfaat yang mubah, seperti rumah untuk tempat tinggal, toko dan kios untuk tempat berdagang, mobil untuk kendaraan atau angkutan, pakaian dan perhiasan untuk dipakai. Adapun manfaat yang diharamkan maka tidak boleh disewakan, karena barangnya diharamkan. Dengan demikian, tidak boleh mengambil imbalan untuk manfaat yang diharamkan ini, seperti bangkai dan darah.
Hukum Ijarah atas Pekerjaan (upah-mengupah)
Ijarah atas pekerjaan atau upah-mengupah adalah suatu akad ijarah untuk melakukan suatu perbuatan tertentu. Misalnya membangun rumah, menjahit pakaian, mengangkut barang ke tempat tertentu, memperbaiki mesin cuci, atau kulkas, dsb. Orang yang melakukan pekerjaan tersebut disebut ajir.
Ajir atau tenaga kerja ada dua macam:
a)      Ajir khusus, yaitu orang yang bekerja pada satu orang untuk masa tertentu. Dalam hal ini ia tidak boleh bekerja untuk orang lain selain orang yang telah memperkerjakannya. Contohnya seseorang yang bekerja sebagai ibu rumah tangga pada orang tertentu.
b)      Ajir musytarak, yaitu orang yang bekerja untuk lebih dari satu orang, sehingga mereka bersekutu di dalam memanfaatkan tenaganya. Contohnya tukang jahit, notaries, dan pengacara. Hukumnya adalah ia (ajir musytarak) boleh bekerja untuk semua orang, dan orang yang menyewa tenaganya tidak boleh melarangnya kepada orang lain. Ia tidak berhak atas upah kecuali dengan bekerja[8].

9.      Pembatalan dan Berakhirnya Ijarah
Ijarah adalah jenis akad lazim, yaitu akad yang tidak membolehkan adanya fasakh pada salah satu pihak, karena ijarah merupakan akad pertukaran, kecuali bila didapati hal-hal yang mewajibkan fasakh.
Ijarah akan menjadi fasakh (batal) bila ada hal-hal sebagai berikut:
a)      Terjadinya cacat pada barang sewaan yang terjadi pada tangan penyewa.
b)      Rusaknya barang yang disewakan.
c)      Rusaknya barang yang diupahkan (ma’jur‘alaih).
d)      Terpenuhinya manfaat yang diakadkan, berakhirnya masa yang telah ditentukan dan selesainya pekerjaan.
e)      Menurut Hanafiyah, boleh fasakh ijarah dari salah satu pihak seperti yang menyewa toko untuk dagang, kemudian dagangannya ada yang mencuri, maka ia dibolehkan memfasakhkan sewaan itu.

10.  Prinsip sewa (Ijarah)
Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat (hak milik), jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, pada jual beli objek transaksinya barang, pada ijarah objek transaksinya adalah barang maupun jasa[9].
B.     IJARAH MUNTAHIYA BITTAMLIK
1.      Pengertian Ijarah Muntahia Bittamlik
Merupakan rangkain dua buah akad, yakni akad al-bai’ dan akad ijarah muntahiya bittamlik Al-bai’ merupakan akad jual-beli sedangkan IMBT merupakan kombinasi antara sewa-menyewa dan jual beli atau hibah di akhir masa sewa. Dalam ijarah muntahia bittamlik pemindahan hak milik barang terjadi dengan salah satu dari dua cara berikut ini:
a.       Pihak yang menyewakan berjanji akan menjual barang yang disewakan tersebut pada masa akhir sewa.
b.      Pihak yang menyewakan berjanji akan menghibahkan barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa.
Menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 dan Peraturan Bank Indonesia akad ijarah muntahiya bittamlik" adalah Akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang.
Ijarah Muntahiya Bittamlik adalah sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang ditangan si penyewa. Sifat permindahan kepemilikan ini pula yang membedakan dengan ijarah biasa.
Pilihan untuk menjual barang diakhir masa sewa biasanya diambil bila kemampuan financial penyewa untuk membayar sewa relatif kecil, akumulasi nilai sewa yang sudah dibayarkan sampai akhir periode sewa belum mencukupi harga beli barang tersebut, bila pihak penyewa ingin memiliki barang tersebut, ia harus membeli barang itu diakhir periode.

2.      Rukun dan Syarat Ijarah Muntahia Bittamlik
Dalam semua pembiayan murabahah, termasuk pembiayaan KPR syariah, terdapat rukun ijarah muntahia bittamlik diantaranya:
a)      Adanya pihak yang berakad.
b)      Objek yang diakadkan.
c)      Akad/sighat
Dengan mengacu pada murabahah dapat disimpulkan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam transaksi KPR Syariah adalah sebagai berikut:
a)      Pihak bank harus memberitahukan biaya pembelian rumah kepada nasabah
b)      Kontrak transaksi harus sah dan terbebas dari riba.
c)      Objek transaksi jelas.
d)      Penjual harus menjelaskan semua hal yang berkaitan dengan proses perolehan barang tersebut[10].
Selain itu juga, dalam pelaksanaan akad IMBT ada ketentuan-ketentuan yang bersifat umum dan ketentuan bersifat khusus. Adapun ketentuan yang bersifat umum menurut Fatwa DSN No: 27/DSN-MUI/III/2002 dalam akad ijarah muntahiya bittamlik sebagai berikut:
1)      Rukun dan syarat yang berlaku dalam akad ijarah berlaku pula dalam aqad IMBT,
2)      Perjanjian untuk melakukan akad IMBT harus disepakati ketika akad ijarah ditandatangani,
3)      Hak dan kewajiban setiap pihak dijelaskan dalam akad.

Sedangkan ketentuan yang bersifat khusus dalam akad ijarah muntahiya bittamlik sebagai berikut:
a)      Pihak yang melakukan IMBT harus melakukan akad ijarah terlebih dahulu. Akad pemindahan kepemilikan baik dengan jual beli (bai’) atau pemberian (hibah) hanya dapat dilakukan setelah masa ijarah selesai.
b)      Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati diawal akad ijarah adalah wa’ad (janji) yang hukumnya tidak mengikat. Apabila wa’ad (janji) dilaksanakan, maka pada akhir masa ijarah (sewa) wajib dibuat akad pemindahan kepemilikan. Artinya dalam akad IMBT tidak bertentangan dengan prinsip syariah yaitu melarang 2 (dua) akad dalam satu perjanjian. Namun Ijarah Muntahiya Bittamlik memiliki perbedaan dengan leasing konvensional.

3.      Landasan Hukum Ijarah Muntahia Bittamlik
Sebagai suatu transaksi yang bersifat tolong menolong, ijarah mempunyai landasan yang kuat dalam Al-Quran dan Hadist. Konsep ini mulai dikembangkan pada masa Khalifah Umar bin Khattab yaitu ketika adanya sistem bagian tanah dan adanya langkah revolusioner dari Khalifah Umar yang melarang pemberian tanah bagi kaum muslimin di wilayah yang ditaklukkan. Langkah alternatif dari larangan ini adalah membudayakan tanah berdasarkan pembayaran Kharaj dan Jizyah. Landasan ijarah disebut secara terang dalam Al-Qur’an dan Hadist.Dalam Al-Qur’an Surat Al Baqarah Ayat 233 Allah menjelaskan bahwa :
Artinya: ”dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan”. 
Dalam ayat diatas dijelaskan bahwa tidak berdosa jika ingin mengupahkan sesuatu kepada orang lain dengan syarat harus membayar upah terhadap pekerjaan tersebut, dalam ayat ini dijelaskan bahwa jika ingin anak-anak disusui oleh orang lain, maka pekerjaan seperti ini tidak berdosa asalkan kita membayar upah.
Jika dipahami lebih dalam ayat ini mengisyaratkan kebolehan untuk menyewa jasa orang lain dalam melakukan sesuatu pekerjaan yang kita butuhkan.

4.      Pembiayan Ijarah Muntahiya Bittamlik
Al-bai ijarah muntahiya bittamlik merupakan rangkaian dua buah akad, yakni akad al-bai dan akad ijarah muntahiya bittamlik. Al-bai merupakan akad jual beli, sedangkan ijarah muntahiya bittamlik merupakna kombinasi antara sewa menyewa (ijarah) dan jaul belia atau hibah diakhir masa sewa. Dalam ijarah muntahiya bittamlik, pemindahan hak milik barang terjadi dengan salah satu dari dua cara berikut:
a)      Pihak yang menyewakan berjanji akan menjual barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa.
b)      Pihak yang menyewakan berjanji akan mengubah barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa.
Dalam ijarah muntahiya bittamlik terjadi kepemindahaan hak milik barang yaitu dengan cara pembiayaan murabahah. Adapun faktor atau rukun yang harus ada dalam pembiayaan murabahah adalah:
a)      Pelaku (pemilik modal maupun pelaksana usaha)
b)      Objek mudharabah (modal dan kerja)
c)      Persetujuan kebelah pihak
d)      Nisbah keuntungan[11].

5.      Penyaluran Dana dengan Prinsip Ijarah Muntahiyah Bittamlik
Aspek Teknis
a.       Implementasi
b.      Tujuan: memberikan fasilitas kepada nasabah yang membutuhkan manfaat atas barang dengan sistem sewa, dan pada akhir sewa nasabah mempunyai hak opsi. 
c.       Objek sewa: properti, alat transfortasi, alat-alat berat, dll.
d.      Pemiik sewa (Bank) bank wajib menyediakan barang sewa, dan bank juga dapat mewakilkan kepada nasabah untuk menarikan barang yang akan disewa oleh nasabah.
e.       Penyewa (Nasabah)
f.        Sewa (Hijrah)
g.       Jangka Waktu: Jangka waktu IMBT antara 2 sampai 5 Tahun
h.       Dokumentasi: surat persetujuan prinsip, Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik, Perjanjian pengikatan jaminan, Surat permohonan realisasi ijarah, dan akad pengalihan kepemilikan objek sewa





















PENUTUP
Kesimpulan
Ijarah adalah transaksi sewa-menyewa atas suatu barang dan atau upah mengupah atas suatu jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau imbalan jasa tanpa diikuti dengan pemindahkan kepemilikan barangitu sendiri.
Bank-bank islam yang mengoprasikan produk ijarah, dapar melakukan leasing, baik dalam bentuk operating lease maupun financial lease. Akan tetapi pada umumnya, bank-bank tersebut lebih banyak menggunakan ijarah muntahiya bit tamlik karena lebih sederhana dari sisi pembukaan. Selain itu bang pun tidak direpotkan untuk mengurus pemelihara asset baik pada saat leasing maupun sesudahnya
Landasan hukum akad ijarah.”{QS. Al-Bâqarah [2]: 233},  {QS. al-Zukhruf [43]: 32}, itu (HR. Bukhari-Muslim) dan HR. Abu Ya’la, Ibnu Majah, at-Thabrani dan Tirmidzi).
Syarat Ijarah, Kedua orang yang berakad harus baligh dan berakal, Menyatakan kerelaannya untuk melakukan akad ijarah, Manafat yang menjadi objek ijarah harus diketahui secara sempurna,dll
Ijarah Muntahia Bittamlik
Merupakan rangkain dua buah akad, yakni akad al-bai’ dan akad ijarah muntahiya bittamlik. Al-bai’ merupakan akad jual-beli sedangkan IMBT merupakan kombinasi antara sewa-menyewa dan jual beli atau hibah di akhir masa sewa.
Saran
Dalam pembuatan makalah ini tentunya penulis masuh sangat banyak mengalami kekurangan dalam penulisan serta beberapa kata-kata asing yang belum dapat di pahami dengan begitu baik, karena itu kami sadar bahwa selaku mahasiswa haruslah memperbanyak membaca dan belajar agar dapat lebih mengerti, karena ilmu tidak hanya sekedar membaca satu atau dua kalimat melainkan dengan belajar secara rutin dan memperaktikannya dalam kehidupan sehari-hari.


[1] Adiwarman karim, Bank Islam “Analisis Fiqih dan Keuangan ” (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, maret 2010), Hlm 138
[3] Adiwarman karim, Bank Islam “Analisis Fiqih dan Keuangan ” (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, maret 2010), Hlm 138
[4] Burhanuddin susanto, Hukum perbankan syariah di indonesia (yogyakarta:UII Press,juni 2008), Hlm.273
[5] Asarya, “Akad dan Produk Bank Syariah”, (jakarta:Rajawali Perss,2013),Hlm.101
[6] Muhammad, “model-model akad  pembiayaan”,(yogyakarta:UII press,januari 2009), cet-1, hal.129
[7] Asarya, “Akad dan Produk Bank Syariah”, (jakarta:Rajawali Perss,2013),Hlm.101
[9] Adiwarman karim, Bank Islam “Analisis Fiqih dan Keuangan ” (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, maret 2010), Hlm 137
[10] Ibid,hal 49
[11] Muhammad, “model-model akad  pembiayaan”,(yogyakarta:UII press,januari 2009), cet-1, hal.128-130